Kamis, 19 Maret 2009

Merubah otak lemah jadi cerdas

OTAK CERDAS BERKAT TRANSISTOR BEKAS

Tahun 1977, aku masuk sekolah klas 1 SMP aku menyadari bahwa otakku pas-pasan, karena nilai ijasah SD yang kuterima hampir semua mata pelajaran mendapat angka enam kecuali PKK (Pendidikan Kesejahteraan Keluarga) yang mendapat angka delapan. Aku sangat malu cuma layak menjadi tukang masak dan bekerja di dapur saja. Di lain pihak aku kagum dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan Alam dan Teknologi. Di SMP ini aku mulai mengenal dunia teknologi. Aku penasaran kenapa cuma orang-orang dari dunia barat saja yang menjadi pelopor IPTEK, seperti Albert Einstein, Rontgen, Nobel, Daimler….dsb.?

Oleh keterbatasan fasilitas informasi aku cuma bisa mendengarkan radio BBC, VOA yang menceritakan orang-orang pinter. Suatu saat aku mendengarkan acara dari radio Suara Amerika (VOA) yang membahas tentang Albert Einstein, dalam siaran disebutkan bahwa ia yang semula tidak diperhitungkan sebagai orang pandai namun dalam usianya yang menjelang senja kecerdasannya muncul. Setelah kematiannya, otak Albert Einstein dibedah dan dinyatakan disana bahwa otaknya memiliki lipatan-lipatan yang lebih banyak dibanding dengan otak manusia biasa, dengan perbandingan hampir lima kali lipat dan juga kandungan didalam otaknya, prosentase neuronnya lebih banyak dibanding orang biasa.“Pantesan cerdas ck…ck…ck…ck”, pikirku dalam hati.

Di dalam pelajaran IPA (Ilmu Pengetahuan Alam) kelas satu SMP sudah diperkenalkan transistor yang disebut sebagai elemen elektronika yang merupakan bagian dari rangkaian radio dan juga sebagai dasar pembuatan komputer. Pada waktu itu anak-anak seusiaku berpikiran bahwa, komputer adalah sesuatu alat yang ajaib, cerdas dan serba bisa melebihi inteligensia manusia.

Dalam novel anak-anak yang heboh saat itu ada diceritakan kejadian seorang anak yang kesetrum komputer dan pingsan, setelah siuman dari pingsannya ia menjadi anak yang jenius dan dari kejeniusannya membawa dia menjadi seorang superstar seperti layaknya superman, pahlawan fantastik dan selebritis komik. Dari novel ini menjadikan suatu obsesi pada anak-anak remaja pada waktu itu untuk berlomba menjadi anak pintar, ajaib, jenius, superhero dst..

Dari novel itu pula muncul ide dibenakku untuk mencari pameran-pameran elektronika yang memamerkan kehebatan komputer, aku berjanji dalam hati,”bila ada pameran komputer aku berusaha “menyetrumkan” diri agar menjadi jenius”. Dalam pikiranku, “mungkin kepintaran komputer dapat dicopy ke dalam otakku dan setidaknya menjadikan otakku lebih pintar daripada kondisi sekarang”. Namun obsesiku ini tak kunjung datang karena di kotaku yang kecil tak mungkin diadakan pameran komputer saat itu. Lagipula “kabel yang mana yang mesti aku pegang supaya kesetrum, aku tidak paham,” pikirku dalam hati.

Pelajaran IPA selanjutnya diterangkan bahwa bahan dasar transistor terbuat dari unsur Germanium, dan Germanium banyak ditemukan di lembah-lembah sungai di Jerman, pikiranku teringat orang-orang cerdas seperti Einstein dari Jerman.. Pelajaran ini memicuku ingin tahu lebih jauh tentang bahan pembuatan transistor kenapa ada di Jerman apa hubungannya dengan kepinteran orang-orang di dunia barat khususnya Jerman, dan juga apa hubungannya Germanium dengan anjing gembala Jerman dan Herder kenapa juga ikut-ikutan pandai?..

Logika pikiran anak kecil seusiaku mengira bahwa otak Einstein pasti dipengaruhi oleh kandungan unsur-unsur di tanah di mana ia pernah lahir dan tinggal di kota Ulm dan kemungkinan besar otak Einstein mengandung Germanium. Pikiranku berargumen lagi,” jadi kemungkinan otakku bisa berubah lebih baik jika aku menyantap isi transistor”. Saat itu aku nyaris nekat menelan isi beberapa transistor, namun batal karena baunya yang tak sedap dan takut sakit mungkin bisa menjadi racun di perutku.

Beberapa hari kemudian ideku kuperbaiki. Aku punya hobi menanam kacang tanah dengan lahan tak kurang dari 2 meter kali 2 meter. Aku mencoba cara aman memasukkan isi transistor kedalam perutku dengan media tumbuhan kacang. Dengan membeli barang-barang bekas radio dan elektronika lainnya aku mengumpulkan transistor, tak peduli ada kandungan Germaniumnya atau tidak, akupun sebenarnya tidak tahu bagaimana bentuk unsur Germanium yang sesungguhnya, karena tidak pernah tahu atau membaca buku yang menerangkan bentuk dan warna Germanium. Kemudian semua transistor itu aku tumbuk hingga halus. Bubuk Germanium aku jadikan pupuk, kuaduk-aduk bersamaan tanah lahan tanaman kacang, setiap kali sesudah genap tua kacangnya, aku panen sendiri dan aku makan sendiri, tanpa sepengetahuan saudaraku. Hal ini aku lakukan lebih dari empat kali panen.

Tahukah anda apakah aku jadi jenius seperti Einstein……..?, tentu tidak, tetapi kelas 2 SMP aku merasa ada perubahan. Di dalam buku rapot nilai matematikaku menjadi delapan, sedangkan di rapor kelas tiga dan ijasahku SMP, nilai Matematika mendapat angka sembilan. Aku sangat bersyukur walau tidak jenius tapi setidaknya aku lebih percaya diri, dan yang tak kuduga dan juga keluarga tidak menduga bahwa aku akhirnya bisa kuliah di Universitas negeri favorit di jurusan Teknik Arsitektur tanpa bimbingan tes, meskipun tidak berprestasi di kampus, tetapi aku yakin telah terjadi perubahan yang signifikan pada perkembangan otakku.

Cerita di atas adalah kisah nyata, namun sampai saat ini aku tidak tahu benarkah semua ini berkat transistor bekas, otakku jadi cerdas.

Tidak ada komentar: